Rabu, 31 Oktober 2012

Kumpulan Cerita Pendek Penulis Perempuan "Hari-Hari Salamander"

Penulis
BDJ Gayatri, Debra Yatim, Deniya Patricia, Lisa Febriyanti, Nindya Paramitha, Suryani "One" Amin, Qorihani, Ni Putu Rastiti, Valentina Sagala, Yolaratna M. kase,

Editor:
Heni Wiradimaja

Penerbit:
Penerbit Buku Perempuan

ISBN 978-979-15460-3-4

Tahun 2012

Copyrights:
Penerbit Buku Perempuan

Harga Rp 25.000,-

Kontak :
qorihani@gmail.com
http://www.facebook.com/qorihani
http://www.facebook.com/groups/246080632143721

http://feminist.org/rrights/abrights_ourwork.html

http://feminist.org/rrights/abrights_ourwork.html

Selasa, 12 Oktober 2010

Sang Kopi dan Asap Nan Setia

Rangkaian pertemuan singkat membicarakan hal yang sama setengah hari tadi membuatku sangat lelah sebenarnya.  Namun sayang untuk menolak pertemuan lainnya dengan dua orang kawan lama yang pernah di satu lembaga, yang kami sepakati "ngangeni".  Senang membicarakan penggalan pengalaman, yang tak disaksikan mereka dan aku langsung.  Meski pengalaman kami penggalannya tidak semulus dan seindah cerita romansa yang ditawarkan di novel dan cerpen cinta.  Mungkin cinta dalam realita memang kaya rasa.  Bumbunya yang lengkap membuat hidup menjadi terasa sedap.  Sayang...tidak mudah menyimpulkannya seketika.  Butuh proses mencicipi kekayaan rasanya sampai air liur dan mata keluar.  Selanjutnya pembelajaran tiba dengan kedewasaan dalam menghayati maknanya.

Dan malam yang kukira bisa dilalui dengan menyambut dunia mimpi demi menghilangkan penat seharian tak jua berujung.  Entah karena kopi yang tadi sempat kami puji sebagai one of the best coffe in the world, atau karena pengalaman memuaskan eksplorasi ketubuhan yang hanya bisa dinikmati jika dalam perjalanan jauh.  Jika ruang menjadi otoritas pribadi, sayang melewati aktivitas memuji eksotisme tubuh sendiri.  Ah....

Pengalaman ketubuhan...yang memuaskan secara hormonal...tidak jarang justru menyabik pengalaman emosional. Kembali merasakan kerinduan akan kehangatan sebuah pelukan.  Sialan.  Entah kebetulan atau memang sinyal jiwa tidak pernah berdusta.  Dia menyapa, singkat, tapi tidak lepas kesan dendam rindu.  Aku yang memang mendamba kehadirannya, menyesali mengapa harus ada detik-detik yang seakan mempermainkan perjumpaan di dunia maya ini.

Tiga kalimatku menyiratkan kekhawatiran dan kerinduan....tertunda...dan baru terbalas...ketika aku sudah lelah menunggu jawabannya....dan ingin membunuh kerinduan malam ini dengan lelap dan mimpi....giliranmu yang menyapa...dan tulisan ini bisa terwujud dalam rangka menunggu yang kedua kali malam ini.  Sapaanmu ringan, tak menuruti emosionalku tentang keresahan dan kerinduan.  Dan aku selalu memaklumi.  Entah sampai kapan.

Kopi dan Asap, adalah teman setia malam ini....ketika teman dan kekasih lama....menyambut kerinduan sepenggal demi sepenggalan.  Kopi dan Asap, benda-benda yang bisa diandalkan dan dipaksa menemani daripada sekumpulan orang-orang yang dengan serangkaian rencana dan kepentingan.  Kopi dan Asap, teman berbagi pengalaman yang paling memahami dan tidak pernah menolak.

Senin, 11 Oktober 2010

Energy to Energize

Kembali melalui perjalanan Jakarta-Aceh utk memotivasi kelompok perempuan di Aceh.  Tugas baru menularkan semangat untuk menjadikan perempuan-perempuan yang sudah berkomitmen di partai politik untuk menjadi pribadi unggul dan bisa diperhitungkan di organisasinya juga di masyarakat bahkan sampai peluang untuk menawarkan solusi.  Kalo sudah berkomitmen di partai politik, apalah lagi targetnya selain berada di legislatif  yang nantinya bisa sangat menentukan seperti apa kebijakan daerah akan dibuat.

Sayangnya, sering sekali mereka yang berkomitmen tergabung di partai politik belum sadar betul tentang perannya nanti.  Mereka cenderung dikondisikan hanya wara-wiri dalam program partai yang dominan dengan agenda pemenangan dan mempengaruhi publik dengan slogan-slogan yang tidak ramah.  Slogan yang hanya mengumbar janji, harapan semu, tanpa dilandasi realitas yang dihadapi oleh masyarakat.  Maka tidak heran, mereka yang sudah berada di legislatif, jadi terbata-bata dengan tugas yang diembannya.  Tidak punya agenda untuk memperjuangkan kepentingan masyarakatnya, bahkan tidak jarang, hanya berpikir bagaimana membayar mengembalikan investasi yang sudah diberikan orang-orang yang mendukungnya. Tentu saja dengan menuruti kepentingan para investor tersebut.  Sementara kepentingan masyarakat banyak, dimana mereka selama ini memberikan janji bahkan komitmen melalui kontrak sosial, begitu saja dilupakan.  Dalam hal menghayati tugas-tugas keseharian, yang dirasakan hanya keletihan tanpa batas, karena agenda-agenda persidangan yang merupakan hal baru dialami.  Keluhan-keluhan seperti inilah yang kerap kudengar dari para anggota legislatif di nasional maupun daerah.

Ketika perempuan dilibatkan,  tidak jarang hanya dimanfaatkan untuk meraih suara perempuan yang notebene sangat besar secara kuantitas.  Partai memanfaatkan moment atau isu yang diperjuangkan kelompok perempuan agar "PEREMPUAN MEMILIH PEREMPUAN".  Sementara menjadikan perempuan benar-benar bisa mewakili kepentingan perempuan, sama sekali tidak diperhitungkan.  Perempuan harus berjuang sendiri, untuk meningkatkan kapasitasnya dalam memahami mekanisme, prosedur kerja di dewan sampai pada membuat suara dan aspirasinya diperhitungkan di partai maupun di legislatif untuk membuat kebijakan yang pro perempuan.

Hal-hal diatas, yang membuat aku selalu ingin berbagi tentang banyak hal tentang pengalaman dan tantangan yang akan dihadapi perempuan. Juga belajar tentang bagaimana dinamika dan intrak-intrik dunia perpolitikan.  Intinya sebenanrnya sama saja, dimana pun kita berkiprah, selalu ada yang hendak diperjuangkan.  Yang membedakan adalah lingkungan seperti apa yang akan dihadapi dan bagaimana tetap konsisten berjuang bagaimana pun tantangannya. 

Minimnya dukungan partai terhadap perempuan sebagai anggota yang menjadikan perempuan juga kadang tidak semangat dan kehabisan energi.  Contohnya, undangan yang lembagaku kirimkan kepada partai agar bisa mencari kader yang perempuan untuk terlibat dalam training, sering tidak digublis. Undangan seringkali hanya sampai pada meja sekretariat, tanpa diteruskan pada kader perempuan, apalah lagi memastikan mereka berpartisipasi.  Partai seakan tidak peduli jika perempuan mau lebih berdaya.  Ketika dikonfrirmasi, jawaban klise, susah mencari perempuan yang tertarik pada kegiatan training, waktunya bentrok bahkan sampai mengatakan partai tidak ada kader perempuan.  Alamak!

Stategi yang tidak konvensional memang harus diambil jika berkaitan dengan kepentingan kelompok rentan.  Perempuan, masih menjadi kelompok rentan, baik dalam hal akses/kesempatan sampai pemenuhan haknya.  Maka aku dan lembaga harus memakai strategi paralel untuk memobilisasi partisipasi perempuan, yaitu penyadaran ke organisasi partai dan kader perempuan sendiri.  Selalu membutuhkan energi lebih untuk meng-energize perempuan berkiprah, eksis, dan bermanfaat buat perempuan lain juga lingkungannya.

Masih ada episode lain selain di Aceh, yaitu Makasar, Bali, Yogyakarta, Surabaya, Ambon. Semoga mendapat kesempatan lagi untuk menjadi ENERGIZER bagi perempuan lain di Indonesia. Amiin.